Tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang film 'Cinta Dalam Kardus' yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013.
:-)
Cinere, 2
September 2015
Sebuah kamar
yang didominasi furnitur berwarna merah muda, dengan cahaya mentari menerobos
dari sela-sela jendela…
Kakiku menendang kardus terakhir
yang baru saja selesai kututup bagian atasnya dengan selotip berwarna cokelat
muda. Aku menghela napas lega. Kegiatan sortir menyortir barang dan
memasukannya dalam kardus yang kulakukan selama tiga jam terakhir ini akhirnya
selesai. Pandanganku tertumbuk pada sebuah kardus—kotak lebih
tepatnya—berbentuk persegi panjang dengan warna merah marun yang sudah agak
usang di atas tempat tidur.
Segala kenangan tentang scrap book, lembaran-lembaran foto,
gerimis yang romantis, dan langit senja berlompatan dalam memoriku. Aku
memejamkan mata—berharap waktu bisa terulang—dan aku, bisa selalu bersandar di
bahumu.
Selamanya.
***
Cinere,
pertengahan Oktober 2012…
Sebuah kamar
yang didominasi furnitur berwarna merah muda, dengan rintik gerimis menuruni
kaca jendela dengan anggun…
Jari jemariku menelusuri kaca
jendela yang dilapisi embun dingin. Semilir angin sore itu menggelitik pipiku
dengan lembut, memaksaku untuk menjauh dari kaca jendela yang kunilai terlalu
dingin. Tanganku meraih segelas teh hangat di meja belajar, menyesapnya
perlahan—membiarkannya menuruni kerongkonganku dan meninggalkan sebuah rasa
hangat yang menyenangkan.
Namun tidak sehangat senyumanmu.
Ponselku berdering. Dengan namamu
tertera pada layarnya. Seketika itu juga aku bisa merasakan pipiku menghangat
dan sebuah perasaan senang—yang tak pernah bisa kudefinisikan—meluap-luap dalam
hati.
Hai! Pasti lagi
bete:-3
Aku tersenyum. Tersenyum mengetahui
fakta jika pesan sesingkat itu darimu bisa membuatku bahagia. Sebut aku gila,
tapi kamulah ladang kebahagiaanku.
Iya… hujan
sih:-(
Jariku lincah mengetikkan pesan
balasan. Aku menghela napas, menunggu balasan darimu. Kusadari jika saat itu
mataku tak bisa berhenti menatap puluhan—bahkan mungkin ratusan foto kita dari
kamera polaroid-ku. Ratusan foto itu
kugantung dengan penjepit kertas dalam sebuah tali yang tergantung dari salah
satu ujung kamarku, ke ujung yang lainnya.
Entah sudah berapa momen yang kita
abadikan bersama. Di kelas, di mall, di taman, di pantai, dan favoritku—di
sawah belakang perumahan kita, saat kita dengan bodohnya menunggu matahari
terbenam disana.
Aku juga menyadari, scrap book milikku, yang awalnya berisi
potongan-potongan foto dan artikel artis idolaku kini berubah menjadi kumpulan foto
kita. Fotomu, lebih tepatnya, dan segala kenangan tentang kita.
Pip! Sebuah pesan masuk ke ponselku
setelah lima belas menit berlalu.
Daripada bete,
mendingan kamu lihat di luar pagar dan temukan ada apa disana…
Aku terhenyak, dan tanpa memedulikan
gerimis yang semakin menderas, aku berlari keluar. Sebuah kotak berwarna merah marun ada disana.
I bet you don’t
know how much I love you. I love you!
Sebaris kalimat dalam tulisan
acak-acakan yang sangat kukenal—tulisan tanganmu, dalam kartu merah jambu yang
ada diatasnya. Aku bisa merasakan mataku menghangat, terharu dengan tingkah
lucumu, mengingat kita bahkan belum genap enam belas tahun.
***
Cinere, 2
September 2015
Sebuah
kamar yang didominasi furnitur berwarna merah muda, dengan air mata yang
menuruni pipi seorang gadis…
Tanganku memegang sebuah kotak merah
marun dengan tangan gemetar. Setetes air mata jatuh, membasahi selembar potret
dirimu di dasar kotak. Entah kapan aku bisa melepaskan diri dari bayangmu.
Berada bermil-mil jauhnya darimu saat kuliah nanti, mungkin akan membuatku lupa
akan dirimu…
Cinta pertamaku.
No comments:
Post a Comment