Wednesday, September 2, 2015

Hello from Jatinangor!

Hai hai!

WHOA it's been a long time since the last time I wrote here. (and I use that sentence as an opening for like every posts in this blog lol) Tapi emang bener sih, udah lama banget rasanya gue nggak nulis di blog huhu sampe ada sarang laba-laba lucu gitu di blog gue. Yha.

Kalo kalian perhatiin, gue pertama kali ngeblog pas kelas 6 SD. And guess what, I'm going to university now! Time sure flies huh? Coba kalian tebak, major apa yang gue ambil di perkuliahan gini. Well peeps, kalo lo nebak gue ambil komunikasi, manajemen komunikasi, perfilman atau jurnalistik... Kalian salah total.

Karena gue ended up jadi anak political science a.ka Ilmu Politik.

Mungkin sebagian dari kalian bakalan kayak "Hah, Dilla? Ilmu Politik?" Well.. and again, kalo lo nebak gue sekarang jadi manusia berjaket kuning (because of my lifetime obsession to University of Indonesia lol) kalian juga salah...

Karena gue sekarang adalah:

Cie jadi anak Jatinangor cie.


Banyak banget orang yang bertanya-tanya ke gue. Well, entah karena emang peduli atau memang cuma penasaran. But they are wondering "Why unpad and why political science?" 

Bahkan banyak banget yang mempertanyakan "Kenapa sih kok pindah jurusan dari IPA ke IPS?"

I will try my best to answer down those questions here. So... here we go.


I don't mean to boasting about myself, but I successfully managed myself to get both of UI and UNPAD. Bahkan ketika gue daftar hukum di Trisakti lewat jalur raport, gue juga diterima (dengan ranking 1 yang sampai sekarang masih dipertanyakan sama bokap nyokap gue.) Keadaan bener-bener  berbeda ketika gue mendaftar di major yang berhubungan dengan science, jangankan diterima, dilirik pun tidak. 

Dari dulu gue selalu merasa selalu salah jurusan. Gue merasa udah menyia-nyiakan tiga tahun gue yang berharga di SMA untuk belajar hal yang korelasinya yang bahkan gue nggak lihat untuk apa di dunia nyata. They said that science is a definite subject, tapi gue sendiri merasa nggak bisa untuk memastikan "rumus apa yang harus gue pake di hitungan ini" "teori mana yang harus diterapkan" dan sebagainya.

Dan saat itulah gue merasa ada yang salah sama gue and I decided untuk pindah jurusan. Mempelajari hal yang lebih gue sukai dan bisa mempertajam life-skill yang udah Tuhan berikan untuk gue.

Second question: "why I choose Unpad over UI?" And the answer is simple: "maturity."

UI has been my lifetime dream. Gue udah bermimpi-mimpi untuk bisa kuliah di UI bahkan dari gue kelas 2 SD. Setiap gue pergi ke UI entah untuk lari pagi atau sekedar sholat di masjid UI, gue selalu berdoa sama Allah.

"Ya Allah, semooga Universitas Indonesia adalah jodohku ya Allah. Mudahkanlah segala urusan hamba dan tempatkanlah hamba di tempat yang tidak akan memberatkan kedua orang tua hamba."

Gue inget banget, waktu pengumuman SIMAK UI (yang notabene gue udah memegang Ilmu Politik UNPAD di tangan gue) gue seneng jingkrak-jingkrakan begitu tau gue lolos SIMAK UI. Tapi itu nggak bertahan lama, karena jurusan yang gue dapat adalah program vokasi.

Just so you know, gue nggak merendahkan ataupun mengecilkan semua mahasiswa dan mahasiswi vokasi maupun diploma di luar sana. But my parents want me to holds a academical degree so bad. Bahkan kalo bisa sampe S2 dan S3. And I fully aware that i can't memaksakan diri gue untuk mengambil program vokasi UI, hanya untuk fulfilling my teenage dream instead of fulfilling my parents dream... that would be a nightmare for me. So I decided, dengan kesadaran penuh gue sebagai orang dewasa, to take the biggest decision in my entire 18 years of life.

Gue juga terus menerus meyakinkan diri gue, kalo Allah swt akan mengabulkan doa hambanya dalam cara yang tidak akan kita duga-duga. Gue percaya Allah mempunyai rencana yang lebih besar, karena itu Ia menempatkan gue di Universitas Padjadjaran.

And now...

Welcome to Jatinangor!



Honestly, pertama kali gue sampe di Jatinangor gue bingung. Beberapa hal yang bikin gue bingung adalah:

1. Kenapa jalanan di Jatinangor one way? (yang di depan Jatos & UNPAD)
2. Kenapa Jatinangor dingin banget?
3. Kenapa di Jatinangor banyak debu?
4. Kenapa di Jatinangor banyak truk dan bis?
5. Kenapa mall di Jatinangor cuma Jatos?
6. Kenapa makanan di Jatinangor murah-murah?

Dan akibat banyaknya debu di Jatinangor, gue sekarang jadi bergantung banget sama yang namanya masker. Bahkan debu-debu itu terakumulasi dan menyebabkan kulit muka gue perlahan namun pasti mengelupas lucu gitu. Jujur, aku sedih.

Prabu Day 1: maskeran all day long karena debu nangor sadis abis sis

Hal-hal yang gue pertanyakan setiap hari juga berkisar antara:

1. Makan apa ya hari ini?
2. Kok abang deliverynya belom dateng ya?
3. Aduh mau minum tapi mager ngambilnya

Ya kebanyakan memang soal perut. Saya memang gembul.

Menu Delivery "Barokah". Penyelamat saya di saat lapar. Terima kasih Barokah. #TeamBarokah

Menjadi anak kost juga membuat gue harus ekstra mandiri. Meskipun kata orang-orang kostan yang gue tempati sekarang adalah kostan anak manja (dengan satpam 24 jam, fingerscan untuk masuk ke gedung, ada cafe, minimarket, karaoke dan fitness di area tempat kost, dan segala macam hal-hal yang membuat kostan gue di cap kost anak manja) tapi tetep aja untuk urusan mengurus kamar dan diri sendiri ga ada yang namanya bisa bermanja-manja ria.

Walaupun di rumah nyokap gue selalu membiasakan gue untuk ngeberesin kamar, nyapu, ngepel, nyuci piring dan baju, nyetrika dan masak sendiri (Ps: saya mandiri bukan upik abu) tapi tetep aja di hari-hari pertama di Jatinangor gue merasa bingung harus memanage diri gue seperti apa 

Bisa dilihat di gambar di atas kalo ada kain pel bersandar cantik di meja belajar gue. Yes, setiap seminggu sekali gue selalu memaksakan diri gue untuk membersihkan seluruh kamar kost gue. Including beresin kasur, meja, lemari baju, lemari makanan, nyapu, ngepel, beresin kamar mandi dan segala teman-temannya. Capek sih, tapi ngeliat kamar rapi dari hasil jerih payah kita selama seharian tuh... worth it!


Sampai hari ini, kira-kira udah menuju 2 minggu gue menetap di Jatinangor. (Or I should say, Jatinewyork?) Hidup di Jatinangor mengharuskan gue untuk beradaptasi lagi ditengah lautan manusia baru yang hanya segelintir diantara mereka yang gue kenal. Bahkan, awalnya di Jatinangor ini total gue hanya mengenal paling banyak 10 orang . (Adey, Dino, Bia, Icha, Temen-temen MP, Senior dulu di 60, temen SMA) Sisanya? Gue nggak kenal :)

Namun akhirnya, gue menemukan esensi dari yang namanya "Ospek." Ketika ospek inilah gue mengenal teman-teman baru gue. Jujur, hari-hari pertama gue diisi dengan diam karena sekeliling gue penuh dengan orang-orang berlogat "Punten..." "Aku teh juga gitu..." "Ih kamu jangan gitu atuh ah nggak baik" dengan nada bicara alus ala ala sunda gitu.

Sementara aku mah apa atuh anak Jakarta yang kalo ngomong keliatan bawelnya :(

Ketika ospek univ (Prabu) gue lebih banyak diem. Dan jujur saja kakak-kakak senior, dari 4 hari pelaksanaan prabu, aku cuma ikut 2 hari (hehe.) Tapi walaupun ospek universitas gue bolong-bolong, gue berhasil bertahan di ospek fakultas alias POSTMO!

Group POSTMO gue. Nama kelompoknya Duck. Diplomacy and United of Cool Kids. Azik.

Dan entah kenapa, gue lebih merasa nyambung dengan group osfak gue. Teori gue sih, karena mahasiswa di tiap fakultas itu cenderung sama tipenya. Kalo di gue, Fakultas Geologi tuh isinya cowo-cowo lucu berbadan atletis, FIKOM isinya teteh teteh badai, FK isinya mahasiswa kalem bermasa depan cerah.

Kalo FISIP? Mahasiswa-mahasiswa cerdas yang idealis dan pandai berdebat namun easy going. Azik (2)

Di POSTMO ini gue kenalan sama banyak banget temen baru dari segala jurusan yang ada di FISIP UNPAD. Dan hebatnya, walaupun baru ketemu tapi kita langsung bisa menemukan chemistry diantara anggota kelompok. 

Mungkin ini semua efek dari kita harus nyari barang-barang yang well... menurut gue nggak aneh tapi susah didapatkan di Jatinangor (super bubur, pocari sweat sachet, snack-snack lucu gitu) dalam waktu kurang dari 12 jam. Belum lagi, harus bikin alas duduk berbentuk segi delapan dengan diameter 60 cm yang harus sama seangkatan, nametag berwarna biru FISIP, pita biru FISIP... Ya jangan tanya saya warna biru FISIP tuh kayak gimana. Pokoknya biru, biru FISIP.

Dan setelah melewati satu hari yang penuh perjuangan, finally we survived POSTMO 2015! Jujur ya, gue trauma banget sama kakak-kakak senior yang memakai ban merah di tangannya. Mereka adalah kakak-kakak komdis yang setiap pagi tugasnya neriakin kita "Putri! Jalannya dipercepat!"

Awalnya gue merasa serem dan ngeri banget sama kakak-kakak ini. Namun belakangan, gue dapet cerita dari salah satu senior kalau sebenarnya kakak-kakak komdis itu aslinya baik-baik banget. Dan ternyata, kakak-kakak komdis harus melewati rangkaian latihan selama 6 bulan lamanya untuk menjadi panitia POSTMO. Terharu dengernya, ternyata kakak-kakak ini melakukan pengorbanan yang jauh lebih besar dari apa yang kita lakukan...


Kelompok DUCK setelah berhasil melewati POSTMO. Coba cari gue yang manaa!

Ya itulah kira-kira awal masa kehidupan gue di Jatinewyork. And guess what, dari yang awalnya nggak punya temen, I made lots of new friends now! Dan serunya, kita berasal dari daerah yang berbeda-beda.

Kalo lagi ngumpul, gue suka ketawa geli sendiri ngedengerin logat bicara kita yang masih ikut ke daerah masing-masing. Tapi pada akhirnya itu yang membuat gue sadar, kalo Indonesia gak sesempit Jakarta hingga ke Cinere ataupun Depok. Namun Indonesia adalah seluas Sabang sampai Merauke, dengan segala kultur budaya dan keunikannya.

Oiya... Gue mau berpesan sama adek-adek 2016 dan seterusnya... (kalo ada yang mampir baca post ini) Jangan takut untuk bermimpi setinggi-tingginya. Karena bener banget, gue pernah denger quote dari Bung Karno yang bilang : "Bermimpilah setinggi-tingginya, karena jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang."

And guys, you should set your target high. Jangan takut sama orang yang bilang "Ah nilai lo cuma segitu lo ga akan bisa masuk universitas ini!" atau "Ah passing grade prodi ini kan tinggi, emangnya lo bisa?"
You should know that, gak ada satu orang pun yang bisa menjamin kalo "passing grade tinggi hanya bisa diraih orang yang pintar." Namun gue percaya dengan teori yang mengatakan, jika lebih enak menjadi orang beruntung ketimbang orang pintar.

And I guess I am one of them.

I feel so damn lucky that I am here. I don't know what is His plan yet, but I'm pretty sure that it is a good one. 

Salam gemes dari Jatinangor!


Ps: Di next post gue akan menceritakan perjalanan gue (azik) menelusuri kota Bandung dengan harga yang relatif murah dan pas dengan kantong mahasiswa. Sooo stay tuned!